Minggu, 01 Januari 2012

Bukan Ayam Biasa

Pernah melihara ayam? pernah memperhatikan perilaku induk ayam terhadap anak-anak nya? Dulu saat masih SMP saya memelihara banyak ayam, setiap sore digiring masuk kandang, kalo siang saya sering diam-diam mengambil segelas dua beras dari dapur untuk ditaburkan ke halaman belakang lalu memanggil ayam-ayam peliharaan:'kurr... kurrr...'

Hal yang paling saya senangi adalah kalau ayam saya bertelur, senangnya bukan main, apalagi kalau telurnya banyak, saking senangnya bahkan menjurus ke pelit, sangat tidak rela kalau kakak saya mengambil telurnya untuk digoreng atau buat bikin kue lebaran.

Ketika telur-telur itu menetas dan menjadi segerombolan anak ayam yang lucu dan mungil maka mata saya selalu awas setiap harinya memperhatikan jumlah dan tumbuh kembang mereka, saya hapal betul corak warna dan perubahan pertumbuhannya, kalau saat sore mau masuk kekandang jumlah nya kurang, maka saya akan cari dan biasanya ketahuan bahwa sudah dimangsa tikus di kebun belakang, dimakan kucing liar atau terperangkap diantara sampah belakang rumah.

Yang menarik saat saya mengikuti pertumbuhan anak-anak ayam tersebut adalah ketika bulu-bulu mereka mulai tumbuh berubah menjadi bulu ayam yang dewasa pada umumnya, untuk yang jantan bulu di punggung dan sayapnya biasanya lebih mencolok daripada yang betina, yang betina ukuran tubuhnya biasanya lebih kecil dan pendek ukurannya daripada yang jantan. Saat anak-anak ayam tadi mulai berubah secara tampilan fisik dan ukuran, maka sang induk biasanya akan berubah menjadi tidak sehangat, sepeduli saat mereka masih anak-anak. Dulu sang induk akan melebarkan sayap dan menaungi anak-anaknya dari panas dan hujan atau serangan hewan lain, kini untuk sekedar didekati anak-anaknya pun sang induk tidak mau lagi. Bahkan akan dipatuk dan dikejarnya anaknya sendiri yang sudah mulai tumbuh dewasa namun masih saja ingin ada selalu bersama induknya.

Kemudian anak-anak ayam ini tadi mulai mencari kehidupan sendiri,mereka tidak layak lagi disebut anak ayam, sebut saja ayam muda, mengais makanan sendiri, bahkan dikandang pun ia mulai cari tempat bertengger sendiri. Yang jantan dikala pagi sudah mulai belajar berkokok dan yang betina biasanya sudah mulai tampak siap menjadi induk ayam. Pada awalnya ayam-ayam muda ini seperti kebingungan dan kesepian saat induk mereka tidak lagi mempedulikan mereka, mungkin berat untuk mulai menggunakan insting mereka agar bisa bertahan hidup, tapi keadaan yang memaksa, jadilah merekasurvive karena keadaan, terpaksa pada awalnya namun menjadi terbiasa pada akhirnya sampai kemudian jadilah mereka ayam-ayam dewasa yang sudah bisa mandiri mencari makan, berkokok kencang dan tampilan yang sempurna.

Bagi saya dulu dijaman putih abu-abu, melihat apa yang saya ceritakan diatas seperti hal yang biasa saja. Namun kini saya begitu bersyukur dengan hidup saya yang pernah menjadi pemelihara ayam, karena kini saat saya sudah mulai tumbuh dewasa saya melihat diri saya pernah dulu mengalami kebingungan dan kesepian layaknya ayam-ayam muda tadi, dan kini bagaikan ayam jantan, saya tengah belajar berkokok kencang, mandiri, memiliki tampilan yang sempurna dan secara biologis siap kawin tentunya. :)
Kadang saya yang suka bahkan selalu merasa lebih bermartabat dari binatang ternyata 
disadarkan dengan analogi sederhana dari kehidupan binatang yang begitu dekat dengan masa kecil saya, ayam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar